Senin, 18 Mei 2015

al-kafalah



TUGAS MAKALAH :
                                                                 
Hadis-hadis ekonomi :
Al-kafalah(guaranty)

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/5/58/Logo_STAIN_Sultan_Qaimuddin.jpg/220px-Logo_STAIN_Sultan_Qaimuddin.jpg

        Disusun Oleh :
JUAN JUNARDI
13020103075
Jurusan Syariah / Ekonomi Islam / III / C
Institut Agama Islam Negeri
 (IAIN)
Sultan Qaimuddin Kendari
2014

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak pembimbing yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

 Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai ” HADIS-HADIS EKONOMI : AL-KAFALAH ” , Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.


      Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

                                                                                      Kendari,   November  2014



                                                                                
Penyusun       


DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN

               Bagi seorang pengusaha dalam menjalankan suatu usaha, sangat
diperlukan ketekunan, keuletan dan sifat pantang menyerah untuk mencapai
tujuan yang diinginkannya. Disamping sifat-sifat di atas, seorang pengusaha
juga memerlukan suatu modal dalam rangka membantu menjalankan roda
usahanya atau mengembangkan usahanya. Modal yang diperlukan dapat
berupa keahlian atau berupa uang. Yang jelas kedua jenis modal ini saling
menggantungkan satu sama lainnya.

               Modal dalam bentuk uang walaupun bukan merupakan segalagalanya,
adalah mutlak diperlukan untuk berbagai tahap kegiatan. Modal
dalam bentuk uang dapat diberikan dalam bentuk uang tunai atau semacam
jaminan dalam surat-surat berharga. Masalahnya terkadang untuk memperoleh
uang tunai bukanlah merupakan hal yang mudah. Oleh karena itu diperlukan
model lain berupa surat-surat berharga atau aset untuk membiayai suatu usaha.
Surat-surat berharga atau aset perusahaan dapat dijadikan jaminan untuk
membiayai suatu usaha atau proyek.
Jaminan semacam ini baisanya diberikan oleh bank dengan catatan
terlebih dahulu nasabah harus menyediakan jaminan lawan dimana besarnya
jaminan lawan biasanya melebihi nilai proyek. Hal ini dilakukan untuk
menjamin nasabah apabila akan mengerjakan suatu proyek tertentu atau untuk
mengikuti tender di instansi tertentu pula. Jaminan ini merupakan bukti bahwa nasabah memiliki sejumlah uang sehingga si pemberi proyek merasa yakin
tidak akan dirugikan, jika proyeknya dijalankan.Sebelum membahas lebih jauh tetang kafalah, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang pengertian kafalah. Secara umum kafalah merupakan bagian pembahasan hukum Islam (fiqh) yang sudah disoroti para ulama terdahulu (salaf).

BAB II

PEMBAHASAN


حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ يَزِيْدَ بْنِ أَبِيْ عُبَيْدٍ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ اْلأَكْوَعِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أتِيَ بِجَنَازَةٍ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهَا فَقَالَ هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ قَالُوْا لَا فَصَلَّي عَلَيهِ ثًمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى فَقَالَ هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ قَالُوْا نَعَمْ قَالَ صَلُّوْا عَلَي صَاحِبِكُمْ قَالَ أَبُوْا قَتَادَةِ عَلَيَّ دَيْنُهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَصَلَّي عَلَيْهِ (رواه البخارى)
Artinya :
“Abu Ashim telah menyampaikan kepada kami dari Yazid ibn Abi Ubaid dari Salamah ibn Akwai’ radiyallahu andu sesungguhnya Rasulullah Saw mendatangi jenazah untuk disholatkan kemudian Rasul bertanya apkah dia mempunyai utang ? meraka menjawab tidak. Maka Rasulullah mensholatinya. Kemudian rasul mendatangi jenzah lain untuk disholati kemudian beliau bertanya apakah dia mempunyai utang ? mereka menjawab iya, beliau berkata sholatkanlah sahabat kalian, Abu Qatadah berkata , saya akan membayar utangnya wahai rasulullah, kemudian rasulullah menshalatinya (HR Bukhari)”

A.     Pengertian Kafalah

Menurut bahasa berarti  al- dhaman( jaminan), hamalah (beban) dan za’amah (tanggungan).
Adapun menurut istilah :
1.      Menurut madzhab Hanafi al-kafalah memiliki 2 pengertian :
a)      “ menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang lain dalam penagihan, dengan jiwa, utamg atau zat benda.”
b)      “ menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang lain dalam pokok(asal) utang.
2.      Menurut madzhab Maliki al-kafalah ialah :
a)      “orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri yang disatukan, baik menangung pekerjaaan yang sesuai (sama) maupun pekerjaan yang berbeda.
3.      Menurut madzhab Hanbali bahwa yang dimaksud dengan kafalh adalah :
a)      “iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkan dua harta (pemiliknya) kepada orang yang mempunyai hak .”
4.      Menurut madzhab Syafi’i yang dimaksud dengan kafalah adalah :
a)      “akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh yang berhak menghadirkannya.”

B.     Dasar Hukum al-kafalah

Dalam Al-qur’an disebutkan dalam surat yusuf ayat 72 :

1.      وَ لِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَ أَنَا بِهِ زَعِيْمٌ (يوسف :27)
Dan barang siapa yang dapat mengembalikan piala raja, maka ia akan memperolaeh bahan makanan seberat beban unta dan aku menjamin terhadapnya”.    
Adapun dalam hadis, Rasulullah Saw bersabda :
2.                  الْعَارِيَةُ مُؤَذَّةٌ وَالزَّعِيْمُ غَارِمٌ (رواه أبواداود)                
“ Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin hendaklah membayar .”(H.R Abu Dawud)

C.     Rukun dan Syarat Kafalah

1.      Menurut madzhab Hanafi, rukun al- kafalah satu, yaitu ijab dan kabul
  1.  Sedangkan menurut ulama yang lainnya rukun dan syarat  al-kafalah adalah :
1.      Dhamin, Kafil atau Za’im, yaitu orang yang menjamin di mana dia diisyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
2.      Madmun Lah, yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin. Madmun lah juga disebut makful lah, madmun lah diisyaratkan dikenal oleh penjamin karena mausia tidak sama dal hal tuntunan, hal ini dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.
3.      Madmun anhu atau makful anhu, adalah orang yang berpiutang.
4.      Madmun bih atau makful bih, adalah utang, barang atau orang, diisyaratkan pada makful bih dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.
5.      Lafadz, diisyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara.

D.    Macam- macam Kafalah

1.      Secara umum kafalah dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a.       Kafalah jiwa
  1. Kafalah harta
Kafalah jiwa dikenal pula dengan kafalah bi al-wajhi, yaitu adanya kemestian(keharusan) pada pihak penjamin( al-kafil, ad-dhamin atau al-za’im) untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (makfullah).
Kafalah yang kedua  ialah kafalah harta, yaitu kewajiban yang mesti ditunaikan oleh dhamin atau kafil  dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta.
Kafalah harta ada 3 macam :
  1. Kafalah bi al-dayn, yaitu kewajiban membayar utang yang menjadi beban orang lain, dalam sebuah hadis Salamah bin Aqwa bahwa Nabi Saw tidak mau mensholatkan mayat yang mempunyai utang, kemudian Qathadah r.a berkata: “ shalatkanlah dia dan saya akan membayar utangnya, Rasulullah kemudian menshalatkannya.”
Dalam kafalah utang diisyaratkan sebagai berikut :
1)      Hendaklah nilai barang tetap pada waktu terjadinya transaksi jaminan, seperti utang Qiradh, upah dan mahar.
2)      Hendaklah barang yang dijamin diketahui, karena jika tdk diketahui itutermaksud dengan Gharar.
  1. Kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda tertentu yang ada di tangan orang lain, seperti mengembalikan barang yang dighasab dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli, diisyaratkan materi tersebut yang dijamin untuk ashil seperti dalam kasus Ghasab. Namun, bila bukan berbentuk jaminan, kafalh batal.
  2. Kafalah dengan ‘aib, maksudnya bahwa barang yang didapati berupa harta terjual dan mendapat bahaya (cacat) karena waktu yang terlalu lama atau hal-hal lainnya, maka ia (pembawa barang) sebagai jaminan untuk hak pembeli pada penjual.

E.     Pelaksanaan kafalah

Al-kafalah dapat dilaksanakan dengan 3 bentuk, yaitu :
  1. Munjaz (tanjiz)
  2. Mua’allaq (ta’liq)
  3. Mu’aqqat (tauqit)
Munjaz (tanjiz) ialah tanggungan yang ditunaikan seketika.
Mu’allaq (ta’liq) ialah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu.
Mu’aqqat (tauqit) adalah tanggungan yang harus dibayar dengan dikaitkan pada suatu waktu.

F.      Pembayaran Dhamin

1.      Apabila orang yang menjamin(dhamin) memenuhi kewajibannya dengan membayar utang orang yang ia jamin, ia boleh meminta kembali kpd madmun anhu apabila pembayaran itu atas izinnya. Dalam hal ini para ulama bersepakat, namun mereka berbeda pendapat apabila penjamin membayar atau menunaikan beban orang yang ia jamin tanpa izin orang yang ia jamin bebannya. Menurut al-syafi’i dan Abu Hanifah bahwa membayar utang orang yang dijamin tanpa izin darinya adalah sunnah, dhamin tdk punya punya hak untuk ganti rugikepada orang yang ia jamin (madmun ‘anhu). Menurut madzhab Maliki, dhamin berhak menagih kembali kepada madmunanhu.
  1.  Ibnu Hazm berpendapat bahwa dhamin tidak berhak menagih kepada madmun ‘anhu atas apa yang telah dibayarkan, baik dengan izin madmun anhu (orang yang ditanggung) tidak ada, kafil (dhamin) berkewajiban menjamin dan tidak dapat mengelak dari tuntutan kecuali dengan membayar atau orang yang menutangkan menyatakn bebas atau kafil dari makful lah (orang yang mengutangkan) adalah mem-fasakh-kan akad kafalah, sekalipu makful ‘anhu dan kafil tidak rela. 





BAB III

PENUTUP

A.     KESIMPULAN

Menurut bahasa berarti  al- dhaman( jaminan), hamalah (beban) dan za’amah (tanggungan).
Adapun menurut istilah :
Menurut madzhab Hanafi al-kafalah memiliki 2 pengertian :
“ menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang lain dalam penagihan, dengan jiwa, utamg atau zat benda.”
“ menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang lain dalam pokok(asal) utang.
Menurut madzhab Maliki al-kafalah ialah :
“orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri yang disatukan, baik menangung pekerjaaan yang sesuai (sama) maupun pekerjaan yang berbeda.
Menurut madzhab Hanbali bahwa yang dimaksud dengan kafalh adalah :
“iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkan dua harta (pemiliknya) kepada orang yang mempunyai hak .”
Menurut madzhab Syafi’i yang dimaksud dengan kafalah adalah :
“akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh yang berhak menghadirkannya.”

Syarat dan rukun kafalah :
1.      Dhamin, Kafil atau Za’im,
2.      Madmun Lah,
3.      Madmun anhu atau makful anhu
4.      Madmun bih atau makful bih
5.      Lafadz
Macam-macam kafalah :
1.      Kafalah jiwa
2.      Kafalah harta
Al-kafalah dapat dilaksanakan dengan 3 bentuk, yaitu :
1.      Munjaz (tanjiz)
2.      Mua’allaq (ta’liq)
3.      Mu’aqqat (tauqit)









DAFTAR PUSTAKA

 

al-Din, A. B.-T. Kifayat al-Akhyar . Bandung : PT.Al-Ma'arif .
Al-Jaziri, A. Al-Fiqh'Ala Mazahib al-Arba'ah.
Diana., I. N. (2008). Hadis-hadis Ekonomi (Vol. I). Malang : UIN MALANG PRESS.
Sabiq, S. (1977). Fiqh al-Sunnah . Dar-al-Fiqr.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar