TUGAS MAKALAH :
3
Kerajaan Besar Islam :
Dinasti
Syafawi Persia
Disusun
Oleh :
JUAN JUNARDI
13020103075
Jurusan Syariah / Ekonomi Islam / III / C
Institut Agama Islam Negeri
(IAIN)
Sultan Qaimuddin Kendari
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak pembimbing yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai ” 3
KERAJAAN BESAR ISLAM : DINASTI SAFAWI PERSIA ” , Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Kendari, November
2014
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Dinasti syafawi merupakan salah satu dinasti yang
menghiasi gemilangnya islam di masa lampau. kejayaan Syafawi tidak
diragukan, menghasilkan banyak kontribusi dalam berbagai aspek, namun jika
diajak untuk sepakat mengatakan sepemikiran terhadap mazhab yang dianut oleh
orang-orang Syafawi waktu itu, maka
banyaklah yang mengatakan kami bukan orang syi’ah.
Dalam kurun
waktu 1500-1800 M, hampir secara bersamaan muncullah tiga kerajaan besar di
tiga wilayah Islam yang berbeda sebagai kelanjutan dari rantai peradaban Islam
yang sebelumnya telah dijalin oleh Dinasti Umawiyah dan
Dinasti Abbasiyah. Ketiga kerajaan besar tersebut adalah Kerajaan Usmani di Turki, Kerajaan Shafawi di Persia dan
Kerajaan Mughal di India.
Kerajaan Syafawi di Persia hingga
saat ini memiliki bentuk peninggalan yang unik dan variatif. Mulai dari
pergantian kekuasaan dari satu pimpinan ke pemimpin yang lain dengan pola
strategi pemerintahan politik yang berbeda hingga perubahan sistem pemerintahan
Monarkhi menjadi Republik (Republik
Iran).
Terdapat perbedaan pendapat mengenai asal usul
kata Shafawi. Menurut Sayid Amir Ali, kata Shafawi berasal dari kata Shafi,
suatu gelar bagi nenek moyang raja-raja Shafawi, Sayid Amir Ali mengatakan
bahwa para Musafir, Pedagang dan Penulis Eropa selalu menyebut raja-raja
Shafawi dengan gelar Shafi Agung. Sedangkan menurut P. M. Holt, kata Shafi
bukanlah gelar dari pemimpin seperti yang disebut, akan tetapi kata Shafi
merupakan bagian dari nama Shafi al-Din Ishak al-Ardabily sendiri (1252 – 1334
M / 650 - 735 H) , pendiri dan pemimpin Tarekat Shafawiyah. Satu kesimpulan
yang dapat saya tarik adalah bahwa nama Shafawi dinisbatkan kepada
Shafi al-Din Ishak al-Ardabily.
BAB II
PEMBAHASAN
Berawal dari masuknya Islam
ke Persia pada zaman Abu bakar yang berhasil menaklukkan Qadisiah, ibu kota
dinasti Sasan (637 M), bagian kecil dari Sasaniah yaitu Baduspaniah bertahan
hingga abad 16 Masehi. Di samping itu sebelum Syafawi , di Persia terdapat
kerajaan lokal (distrik) yang berada di bawah dinasti-dinasti yang lebih besar,
hingga menjadi kekuasaan yang lebih besar seperti dinasti Saljuk, Tabaristan,
Rawadiah, Thahiriyah, Safariyah, dan Buwaihi. Di masa Timur Lenk wilayah
tersebut bernama dinasti Timuriah (1370-1506) sepeninggalannya (1405) Timuriah
pecah menjadi dua , dipimpin oleh Ulugh Bek (1404-1449 M) dan Sultan Husen.
Dinasti ini tidak stabil karena Mongol dan Turki campur tangan, oleh karena
itu, kelompok yang tidak puas mencoba melakukan gerakan-gerakan. Salah satunya
adalah gerakan tarekat Syafawi yang
dipimpin oleh Syaikh Syafi’ al Din (1252-1334 M).
Pada awalnya gerakan tarekat safawi ini adalah
bertujuan untuk memerangi orang-orang yang ingkar. Kemudian memerangi golongan
yang mereka sebut ahli-ahli bid’ah. Suatu ajaran yang dipegang secara fanatik
biasanya kerap kali menimbulkan keinginan di kalangan para penganut ajaran itu
untuk berkuasa. Karena itu lama-kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah
menjadi tentara yang terorganisir, fanatik dalam kepercayaan dan menantang
setiap orang yang bermazhab berbeda atau selain mereka.
Kecenderungan memasuki dunia politik itu dapat
terwujud pada masa kepemimpinan Juned (1447M-1460M). Safawi memperluas
gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan.
Perluasan wilayah ini menimbulkan konflik dengan Karo Koyunlu dan Juned kalah,
akhirnya dia diasingkan ke suatu tempat. Ditempat itu dia mendapatkan
perlindungan dan bantuan dari para penguasa Diyar Bakr, Ak-Koyulu. Selama dalam
pengasingan, Juned menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik
dengan Uzun Hasan. Juned juga berhasil
mempersunting sepupu Uzun Hasan dan
memiliki Putra bernama Haidar. Kemudian Juned terbunuh pada saat mencoba merebut
Sisilia.
Haidar menggantikan ayahnya dalam memimpin Syafawi
sebagai sebuah kekuatan politik dan militer. Dalam melanjutkan hubungan dengan
Uzun Hasan tidak cukup sampai pernikahan ayahnya dengan Adik Uzun Hasan saja,
bahkan Haidar menikahi salah satu putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini
melahirkan tiga orang putra Ali, Ibrahim
dan Ismail.
Kemenangan Ak Koyunlu tahun 1476 terhadap Kara
Koyunlu memandang gerakan Syafawi yang
dipimpin Haidar sebagai rival politik bagi AK Koyunlu dalam meraih kekuasaan
selanjutnya. Karena itu ketika Syafawi
menyerang wilayah Sircassia dan Sirwan, AK Koyunlu malah mengirimkan
bantuan militer untuk membantu Sirwan sehingga pasukan Syafawi kalah dan Haedar terbunuh. Inilah mulanya
perpecahan antara dua sekutu Syafawi dan Ak Koyunlu.
Ali, putra Haidar dintuntut pasukannya untuk
menuntut balas atas kematian Haidar. Tetapi Ya’kub, pemimpin Ak Koyunlu
berhasil menangkap Ali bersama saudaranya Ibrahim dan Ismail serta ibunya di
Fars selama empat setengah tahun (1489-1493). Mereka dibebaskan oleh Rustam,
putra mahkota AK Koyunlu, dengan syarat mau membantu membebaskan sepupunya. Ali
kembali ke Ardabil setelah saudara sepupu Rustam dikalahkan. Namun selanjutnya
Rustam berbalik memusuhi Ali bersaudara yang menyebabkan kematian Ali (1494)
dan digantikan oleh adiknya Ismail, Ismail naik menggantikannya meski baru
tujuh tahun. Ia menyiapkan pasukannya yang dinamai Qizilbas h (Baret Merah)
yang dibentuk oleh ayahnya Haidar.
Di bawah pimpinan Ismail pada tahun 1501 M
berhasil mengalahkan Ak-Konyulu di Sharur dan berhasil merebut ibu kotanya
yaitu Tabriz dan di tempat itu dia memproklamirkan dirinya sebagai raja pertama
dinasti Safawi (disebut Ismail I). Ismail I berkuasa selama 23 tahun. Dalam
waktu 10 tahun Ismail sudah mampu memperluas kekuasannya hingga seluruh Persia.
Ismail digantikan oleh anaknya Tahmasp I, Tahmasp
merupakan pengganti Ismail yang memang sudah dipersiapkan dan diunggulkan dari
saudara-saudaranya, karena beliau adalah
putra tertua bahkan beliau naik tahta pada hari yang sama saat ayahnya Isma’il
I mangkat, padahal saat itu Tahmasp
masih berumur sepuluh tahun.
Tahmasp memerintah selama 52 tahun,
menjelang wafatnya Tahmasp mengalami sakit keras, pada masa ini pasukan
Qizilbas h terpecah menjadi dua kubu, satu diantaranya kelompok yang memihak
Ismail Mirza dan lainnya memihak kepada Haidar Mirza. Dalam hal ini Tahmasp
memilih Haidar Mirza putra ke tiganya sebaga calon penggantinya. Namun Ismail
melakukan penolakan dan perlawanan pada saat penobatan Haidar menjadi khalifah (Syah) hingga
akhirnya Haidar terbunuh, dan Isma’il naik Tahta dengan gelar Isma’il II.
Setelah setahun menjabat , Isma’il wafat dan
digantikan oleh Muhammad Khudabanda Putra pertama Tahmasp I atas penunjukan
para pejabat Negara. Khudabanda menjabat lebih kurang sepuluh tahun lamanya,
kemudian digantikan oleh Syah Abbas I. Syah Abbas I memerintah selama kurang
lebih 41 tahun, selama pemerintahannya, Syafawi
berada pada tatanan yang penuh dengan kemajuan, perbaikan urusan
administrasi, diplomasi luar negeri dan lain-lain
Sebelum Abbas I, Persaingan antara Syafawi dengan Turki Usmani selalu terjadi, ditandai
dengan perang yang berkepanjangan, peperangan dimulai sejak kepemimpinan Ismail
I (1501-1524 M), lalu Tahmasp I (1524-1576 M), Isma’il (1576-1577 M) dan
Muhammad Khudabanda (1577-1587) Akhirnya, Abbas I (1588-1628 M) melakukan
perjanjian dengan Turki Usmani sehingga mengakhiri perang yang biasanya
terjadi. Secara umum di Zaman Syah Abas I terjadi stabilitas
Negara dan Perdamaian dengan Turki Usmani
dan dinasti Moghul.
1. Kemajuan di Bidang Politik dan Pemerintahan
Sebagaimana lazimnya kekuatan politik suatu
negara ditentukan oleh kekuatan angkatan bersenjata, pembenahan
administrasi Negara, penguatan system pertahanan ibukota dan hubungan diplomasi
dengan negara lain, serta menjaga agar tidak terjadinya perpecahan. Inilah
secara umum lima hal yang dilakukan Syah Abbas I dalam menjamin
kemajuan dinasti Syafawi . Syah Abbas I juga telah melakukan langkah
politiknya yang pertama, membangun angkatan bersenjata Dinasti Shafawi yang
kuat, besar dan modern.
Tentara Qizilbas yang pernah menjadi tulang punggung dinasti
Shafawi yang besar, seiring waktu tidak terlalu berpengaruh dalam bidang
pertahanan dan keamanan, melainkan hanya menjadi semacam tentara nonreguler
yang tidak bisa diharapkan lagi untuk menopang citra politik syah yang besar.
Untuk itu dibangun suatu angkatan bersenjata reguler. Inti satuan militer ini direkrutnya
dari bekas tawanan perang bekas orang-orang Kristen di Georgia dan Circhasia
yang sudah mulai dibawa ke Persia sejak Syah Tahmasab (1524-1576 M), mereka
diberi gelar “Ghulam”. Mereka dibina dengan pendidikan militer yang militan dan
dipersenjatai secara modern. Sebagai pimpinannya, Syah Abbas mengangkat
Allahwardi Khan, salah seorang dari Ghulam itu sendiri.
Dalam membangun Ghulam, Syah Abbas
mendapat dukungan dari dua orang Inggris, Yaitu Sir Anthony Shearli dan
saudaranya, Sir Robert Shearli. Mereka yang mengajari tentara Shafawi untuk
membuat meriam sebagai perlengkapan tentara modern. Kedatangan kedua orang
Inggris tersebut oleh sebagian sejarawan dipandang sebagai usaha strategis
Inggris untuk melemahkan pengaruh Turki Usmani
di Eropa yang menjadi musuh besar Inggris saat itu. Namun
kepercayaan diri Syah Abbas tetap ada, karena memiliki tentara (Ghulam) yang bisa diandalkan.
Secara
administrasi, struktur organisasi pemerintahan Syafawi secara horizontal didasarkan pada garis
kesukuan/kedaerahan. Dan secara vertical mencakup dua jenis, yaitu Istana dan
Sekretariat Negara.
Dalam
hal kesukuan, Qizilbasy (suku Turki) merupakan bangsawan Militer, Qizilbasy
mendapat posisi strategis hingga masa Muhammad Khdabanda (berakhir pada 1587
M). Suku Tajik memegang posisi di kementrian dan Sekretariat Negara (sebagai
dewan Amir yang meliputi Amir, wazir, sejarawan istana, sekretaris pribadi
syah, dan kepala intelijen), akuntan, pegawai administrasi, pengumpul pajak dan
administrasi keuangan, dan suku Persia menjabat sebagai Sadr (ketua
Lembaga Agama)
1. Ekonomi dan Perdagangan
Dalam bidang ekonomi terjadi perkembangan ekonomi
yang pesat setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan nama pelabuhan “Gumrun”
akhirnya diubah menjadi Bandar Abbas.
Sebagai pelabuhan utama wilayah ini mampu menjamin
kehidupan perekonomian Safawi. Hal ini dikarenakan bandar tersebut merupakan
salah satu jalur dagang yang strategis antara timur dan barat yang biasanya
menjadi daerah perebutan belanda Inggris dan Prancis.
Selain itu Safawi juga mengalami kemajuan sektor
pertanian terutama di daerah Bulan sabit subur (fortile crescent). Dalam masa
ini juga masyarakat sudah banyak malakukan budaya wakaf bagi harta-hartanya
kepada ummat.
2. Sosial Kemasyarakatan
Pada zaman Khudabanda (1666 M), Isfahan 162
Masjid, 48 perguruan, caravansaries, dan tempat pemandian umum yang seluruh
nyadibangun oleh Tahmasp I . Syah Abbas
sebagai pelanjut dari keduanya berhasil membuat Syafawi secara keseluruhan menjadi
negara yang hidup makmur, terhindar dari perang yang biasanya terjadi. Sehingga
di masa Abbas I dinyatakan sebagai puncak keemasan kerajaan tersebut.
3. Pendidikan dan Iptek
Salah satu keunggulan dinasti Syafawi dibandingkan
dengan Turki Usmani adalah dibidang Ilmu pengetahuan, Syafawi lebih menonjol daripada Dinasti Turki Usmani,
khususnya ilmu filsafat yang berkembang amat pesat. Dalam bidang pendidikan
terutama untuk perkembangan mazhab Syi’ah didirikan sekolah teologi serta pusat
kajian Syi’ah di tiga kota, yaitu : Qum, Najaf, Masyhad.
Baha al Din al-‘Amili merupakan tokoh yang dikenal
sebagai generalis ilmu pengetahuan pada Zaman Itu. Selain itu seorang ilmuan,
Muhammad Bagir ibn Muhammad Damad juga
pernah melakukan penelitian tentang lebah.
4. Kesenian
Di bidang kesenian juga sangat terasa pada zaman
ini, sebuah sekolah Seni lukis yang merupakan peninggalan dari Timuriah Yang berada di Herat, dipindahkan ke
Tibriz pada tahun 1510 M oleh Ismail I. Di sekolah ini diterbitkan buku Syah Nameh (buku tentang raja-raja)
yang memuat lebih dari 250 lukisan. Tahun 1522 Ismail mendatangkan Seorang
pelukis yang bernama Bizhad ke Tibriz,
Para penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi
kota yang sangat indah. Kemajuan di bidang ini juga bisa terlihat jelas dalam
gaya arsitektur bangunan-bangunannya, seperti terlihat di masjid Shah yang
dibangun tahun 1611 M, selain itu juga terlihat pula bentuk kerajinan tangan,
keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar dan benda seni
lainnya.
5. Pemikiran dan Filsafat
Dalam bidang filsafat, ditandai dengan
berkembangnya filsafat ketuhanan yang kemudian dikenal dengan filsafat Isyraqi
(pencerahan) tercatat seorang yang bernama Sadr al Din al-‘Syirazi
(Mulla Shadra) sebagai filosof, beliau wafat tahun 1641 M. selain Mulla Shadra
juga disebutkan nama Muhammad Bagir ibn Muhammad Damad juga sebagai filosof, ahli sejarah dan
teolog, beliau pernah melakukan penelitian tentang lebah. Ia wafat pada tahun
1631 M.
6. Pemahaman Agama
Ismai’l
Khaidar (khalifah pertama) mengklaim dirinya sebagai titisan para Imam
Syi’ah, penjelmaan Tuhan, sinar ketuhanan dari imam yang tersembunyi dan imam
Mahdi.
Dinasti Syafawi
bukanlah kerajaan yang serta merta dibangun atas dasar kekuasaan, berawal dari sebuah pandangan agama dalam
bentuk tarekat di Ardabil(Azerbaijan). Tarekat Syafawi yah berdiri hampir
bersamaan dengan kerajaan Usmani.
Syafawi
merupakan penganut faham Syi’ah, bahkan dari awal berdirinya kerajaan
ini Syi’ah dinyatakan sebagai mazhab resmi negara. Bahkan di zaman Abbas II
(Sulaiman) dan Husein terjadi penindasan, pemerasan dan marjinalisasi terhadap
ulama Sunni dan memaksa ajaran Syi’ah kepada mereka.
Namun demikian tidak berarti seluruh Syah Syafawi
beraliran demikian, dijelaskan oleh Muhammad Sahil Thaqqusy dalam Sejarah
Dinasti Syafawi di Iran dalam hal pandangan agama Ismail II merupakan penganut
aliran Sunni, meskipun tidak diungkapkan
secara terang-terangan, namun segala kegiatan dan tindakan kepemimpinannya
mengidentifikasikan bahwa beliau adalah penganut faham Sunni. Namun tetap saja dikatakan Syiah telah
melingkupi perjalanan dinasti Syafawi
hingga terasa pada sebagian besar
Republik Iran sekarang.
7. Kemunduran dan kehancuran Dinasti Syafawi Persia
Dinasti Syafawi di Persia meraih puncak keemasan
di bawah pemerintahan Syah Abbas I selama periode 1588-1628 M. Abbas I berhasil
membangun kerajaan safawi sebagai kompetitor seimbang bagi Kerajaan Turki
Usmani.
Tanda-tanda kemunduran kerajaan persia mulai
muncul sepeninggalan Abbas I. Secara berturut-turut syah yang menggantikan
Abbas I adalah:
1. Safi Mirza (1628-1642 M)
2. Abbas II (1642-1667 M)
3. Sulaiman (1667-1694 M0
4. Husain (1694-1722 M)
5. Tahmasp II (1722-1732 M)
6. Abbas III (1733-1736 M).
Banyak faktor yang mewarnai kemunduran kerajaan
safawi, di antaranya dari perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan.
Selain itu dikarenakan bahwa Syah-syah yang menggantikan Abbas I sangat lemah
dalam banyak hal terutama kepiawaian dalam memimpin dan pendekatannya terhadap
pejabat, aparat dan rakyat .
Safi Mirza, cucu Abbas I merupakan pemimpin yang
lemah dan kelemahan ini dilengkapinya oleh kekejaman yang luar biasa terhadap
pembesar-pembesar kerajaan karena sifatnya yang pecemburu. Pada masa pemerintahan
Mirza inilah kota Qandahar lepas dari penguasaan Safawi karena direbut oleh
kerajaan Mughal yang pada saat itu dipimpin oleh Syah Jehan, dan Baghdad
direbut oleh Kerajaan Usmani.
Abbas II disebutkan
sebagai seorang raja yang pemabuk, sehingga kebiasaan mabuk inilah yang
menamatkan riwayatnya. akan tetapi di tangannya kota Qandahar bisa direbut
kembali. Demikian halnya dengan Sulaiman, ia juga disebut sebagai seorang
pemabuk dan selalu bertindak kejam terhadap pembesar istana yang dicurigainya. Disebutkan
Selama tujuh tahun ia tak pernah memerintah kerajaan.
Diyakini, konflik
dengan Turki Usmani adalah sebab pertama yang menjadikan Safawi mengalami
kemunduran. Terlebih Turki Usmani merupakan kerajaan yang lebih kuat dan besar
daripada Safawi. Hakikatnya ketegangan ini disebabkan oleh konflik
Sunni-Syi’ah.
Syah Husain adalah raja
yang alim akan tetapi kealiman Husain adalah suatu kefanatikan tehadap Syi’ah.
Karena dia lah ulama Syi’ah berani memaksakan pendiriannya terhadap golongan
Sunni. Inilah yang menyebabkan timbulnya kemarahan golongan sunni di
Afganistan sehingga menimbulkan
pemberontakan-pemberontakan.
Pemberontakan bangsa
Afgan dimulai pada 1709 M di bawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut
wilayah Qandahar. Lalu disusul oleh pemberontakan suku Ardabil di Herat yang
berhasil menduduki Mashad.
Di lain pihak Mir Vays
digantikan oleh Mir Mahmud sebagai penguasa Qandahar. Pada masa Mir Mahmud
berhasil menyatukan suku Afgan dengan suku Ardabil. Dengan kekuatan yang
semakin besar, Mahmud semakin terdorong untuk memperluas wilayah kekuasaannya
dengan merebut wilayah Afgan dari tangan Safawi. Bahkan ia melakukan
penyerangan terhadap Persia untuk menguasai wilayah tersebut.
Penyerangan demi penyerangan ini memaksa Husain
untuk mengakui kekuasaan Mahmud. Oleh Husain, Mahmud diangkat menjadi gubernur
di Qandahar dengan gelar Husain Quli Khan yang berarti Budak Husain. Dengan
pengakuan ini semakin mudah bagi Mahmud untuk menjalankan siasatnya. Pada 1721
M ia berhasil merebut Kirman. Lalu menyerang Isfahan, mengepung ibu kota safawi
itu selama enam bulan dan memaksa Husain menyerah tanpa syarat. Pada 12 oktober
1722 M Syah Husain menyerah dan 25 Oktober menjadi hari pertama Mahmud memasuki
kota Isfahan dengan kemenangan, sedangkan beberapa wilayah propinsi laut Kaspia
di Jilan, Mazandaran dan Asterabad direbut oleh Rusia.
Tak menerima semua ini, Tahmasp II yang merupakan
salah seorang putra Husain dengan dukungan penuh suku Qazar dari Rusia,
memproklamirkan diri sebagai penguasa Persia dengan ibu kota di Astarabad. Pada
1726 M, Tahmasp bekerja sama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi
dan mengusir bangsa Afgan yang menduduki Isfahan.
Asyraf sebagai pengganti Mir Mahmud berhasil
dikalahkan pada 1729 M, bahkan Asyraf terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Dengan kematian Asyraf, maka dinasti Safawi berkuasa lagi.
Pada Agustus 1732 M, Tahmasp II dipecat oleh Nadir
Khan dan digantikan oleh Abbas III yang merupakan putra Tahmasp II, padahal
usianya masih sangat muda. Ternyata ini adalah strategi politik Nadir Khan,
karena pada tanggal 8 maret 1736, dia menyatakan dirinya sebagai penguasa
persia dari abbas III. Maka berakhirlah kekuasaan dinasti Safawi di Persia.
Kehancuran Syafawi juga dikarenakan lemahnya
pasukan Ghulam yang diandalkan oleh safawi pasca penggantian tentara Qizilbash.
Hal ini karena pasukan Ghulam tidak lagi dilatih secara penuh dalam memahami
seni militer. Sementara sisa-sisa pasukan Qizilbash tidak memiliki mental yang
kuat dibandingkan dengan para pendahulu mereka. Sehingga membuat pertahanan
militer Safawi sangat lemah dan mudah diserang oleh lawan.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
a)
Nama Syafawi dinisbatkan kepada tarekat Syafawi yah yang
didirikan oleh Syekh Safiuddin Ishaq (1252-1335M) di masa dinasti Ilkhan
b) Kepemimpinan tarikat berlangsung secara turun temurun mengikut garis
keturunan
c) Pemimpin kerajaan Syafawi disebut
Syah
d)
Isma’l sebagai Pimpinan
tarekat sekaligus sebagai Syah pertama
Berikut merupakan Syah
dinasti Syafawi:
1.
Ismail I (1501-1524 M),
2. Tahmasp I (1524-1576 M),
3. Isma’il II(1576-1577 M)
4. Muhammad Khudabanda (1578-1587 M)
5. Abbas I (1588-1628 M).
6. Safi Mirza (1628-1642 M)
7. Abbas II (1642-1667 M)
8. Sulaiman (1667-1694 M)
9. Husain (1694-1722 M)
10. Tahmasp II (1722-1732 M)
11. Abbas III (1733-1736
M).
e)
Jika ditinjau dari segi
kemajuan dan kemundurannya. Dinasti Syafawi
bisa dibagi menjadi tiga fase:
1. Fase Pertama (1501-1588 M)
Merupakan masa
pendirian/pembentukan dinasti dan juga periode peralihan terhadap banyak
perubahan dan penyesuaian struktur administrasi pemerintahan.
2. Fase Kedua (1588-1628 M)
Merupakan zaman
keemasan dan mengalami kemajuan di
berbagai bidang, ini terjadi pada masa Abbas I yang diberi gelar Syah Yang
Agung.
3. Fase Ketiga (1628-1722 M)
Merupakan masa
kemunduran dan berakhirnya dinasti Syafawi, di Persia
f)
Syafawi yang merupakan rival bagi kerajaan Turki
Usmani tetap diakui sebagai sebuah kerajaan yang besar, hal ini dibuktikan
dengan adanya kesepakatan damai yang terjadi pada masa Abbas I dengan Turki Usmani, ini mengindikasikan
bahwa Syafawi memang diakui
keberadaannya dari Turki Usmani yang memang dari segi waktu muncul lebih
dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. Sejarah
Peradaban Islam (Jakarta, Raja Grafindo Persada,2006)
Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam (Bandung, Pustaka
Islamika, 2008)
Supriadi, Dedi. Sejarah
Peradaban Islam, (Bandung, Pustaka Setia, 2008)
Anwar, Saeful. Peradaaban Islam Masa Dinasti Syafawi Persia1501-1736
M, (http://file.upi.edu /Direktori/ B-FPIPS/MKDU/198111092005011-)
Rahman Eni, Sejarah Kerajaan Safawi,( http://bookedu.wordpress.com/2010/08/19/sejarah-kerajaan-safawi/)
kemunduran-tiga-kerajaan-besar-utsmani-safawi-dan-mughal/
http://initialdastroboy.wordpress.com/2010/04/15/kemunduran-tiga-kerajaan-besar-utsmani-safawi-dan-mughal/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar