Selasa, 02 Juni 2015

“ PERBANDINGAN PEMIKIRAN TEOLOGI TENTANG KEHENDAK DAN KEADILAN TUHAN "



Tugas Makalah :                                    

“ PERBANDINGAN PEMIKIRAN TEOLOGI TENTANG  KEHENDAK DAN  KEADILAN TUHAN "

Description: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/5/58/Logo_STAIN_Sultan_Qaimuddin.jpg/220px-Logo_STAIN_Sultan_Qaimuddin.jpg

Disusun Oleh :
JUAN JUNARDI
13020103075
MIRNA DEWI
13020103069

Jurusan Syariah /EI/II/C
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
 (STAIN)
Sultan Qoimuddin Kendari
2014

                                                            KATA PENGANTAR


     Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak pembimbing yang telah memberikan tugas ini kepada kami.


      Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai
“Pengertian Filsafat” , Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.


      Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.



                                                                                             Kendari,                2014



                                                                                              Penyusun

DAFTAR ISI






BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang.

Adanya perbedaan dalam aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal, fungsi wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan pula perbedaan pendapat tentang kehendak mutlak dan keadilan Tuhan.
Pangkal persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan adalah keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Sebagai pencipta alam, Tuhan haruslah mengatasi segala yang ada, bahkan harus melampaui segala aspek yang ada itu. Ia adalah eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan yang tidak terbatas  karena tidak ada eksistensi lain yang mengatasi dan melampaui eksistensi-Nya. Ia difahami sebagai eksistensi yang esa dan unik. Inilah makna umum yang dianut aliran-aliran kalam dalam memahami tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. 
Faham keadilan Tuhan, dalam pemikiran kalam, bergantung pada pandangan, apakah manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat? Ataukah manusia itu hanya terpaksa saja? Perbedaan pandangan terhadap bebas atau tidaknya manusia ini menyebabkan perbedaan penerapan makna keadilan, yang sama-sama disepakati mengandung arti meletakkan sesuatu pada tempatnya.


BAB II

PEMBAHASAN

A.     Kehendak Mutlak Tuhan.

a.     Aliran Mu’tazilah

Mu’tazilah, sebagai aliran rasionalis yang menempatkan akal pada posisi yang tertinggi dan meyakini kemampuan akal untuk dapat memecahkan problema teologis, berpendapat, kekuasaan Tuhan tidak mutlak sepenuhnya. Kekuasaan-Nya dibatasi oleh beberapa hal yang diciptakan-Nya sendiri. Hal-hal yang membatasi kekuasaan Tuhan tersebut anatara lain adalah;
1.      Kewajiban-kewajiban Tuhan untuk menunaikan janji-janji-Nya seperti janji memasukkan orang yang saleh ke dalam surga dan orang yang berbuat jahat ke dalam neraka. Tuhan wajib menepati janji ini. Dengan demikian, meskipun Tuhan berkuasa memasukkan orang jahat ke dalam surga, tapi kekuasaannya dibatasi oleh janji-Nya sendiri. Jika Tuhan paksakan juga memasukkan orang jahat ke dalam surga berarti Tuhan tidak adil dan melanggar janji.  
2.      Kebebasan dan kemerdekaan manusia untuk melakukan perbuatannya. Menurut Mu’tazilah, Allah memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia untuk melakukan perbuatan. Kerena itu, manusia menciptakan perbuatannya sendiri. Manusialah yang memilih dan menentukan, berbuat atau tidak, dan apa yang akan ia perbuat. Karena Allah sudah memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia memilih dan menentukan perbuatannya itu, maka kekuasaan Tuhan terhadap perbuatan manusia itu tidak mutlak lagi.
3.      Hukum alam. Allah menciptakan alam semesta ini denga hukum-hukum tertentu yang bersifat tetap. Hukum-hukum itu biasanya dinamakan hukum alam, seperti matahari terbit di sebelah Timur dan tenggelam di sebelah Barat, benda tajam melukai, api membakar, dan lain-lain. Hukum alam yang pada hakikatnya adalah hukum Allah karena Allah yang menciptakan hukum itu sudah ditentukan oleh Tuhan. Dengan ketentuan tersebut, Tuhan tidak berkuasa mutlak lagi. Kekuasaan-Nya dibatasi oleh hukum-hukum yang diciptakan-Nya sendiri.
Secara lebih jelas, aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia serta adanya hukum alam (sunnatullah) yang menurut Al-Qur’an tidak pernah berubah.
Oleh sebab itu, dalam pandangan Mu’tazilah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur-jalur hukum yang tersebar di tengah alam semesta. Itulah sebabnya Mu’tazilah mempergunakan ayat 62 surat Al-Ahzab  Kebebasan manusia, yang memang diberikan Tuhan kepadanya, baru bermakna kalau Tuhan membatasi kekuasaan dan kehendak mutlaknya. Dengan demikian, dalam pemahaman Mu’tazilah, Tuhan tidaklah memperlakukan kehendak dan kekuasaan-Nya secara mutlak, tetapi sudah terbatas.

b.     Aliran Asy’ariah

  Pendapat Mu’tazilah diatas bertolak belakang dengan pendapat Asy’ariyah. Menurut Asy’ariyah, yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kecil dan manusia tidak mempunyai kebebasan atas kehendak dan perbuatannya, mengemukakan bahwa Tuhan berkuasa mutlak atas segala-galanya. Tidak ada satu pun yang membatasi kekuasaan-Nya itu. Karena kekuasaan Tuhan bersifat absolut (penuh), bisa saja Tuhan memasukkan orang jahat atau kafir ke dalam surga atau memasukkan orang mukmin yang saleh ke dalam neraka, jika hal itu memang dikehendaki-Nya. Apabila Tuhan berbuat demikian, menurut pendapat ini, bukan berarti Tuhan tidak adil. Keadilan Tuhan tidaklah berkurang dengan perbuatan-Nya itu sebab semua yang ada adalah ciptaan dan milik-Nya. Ia punya hak untuk berbuat apa saja terhadap ciptaan dan milik-Nya.
Al-Asy’ari sendiri menjelaskan bahwa Tuhan tidak tunduk kepada siapapun dan tidak dzat lain di atas Tuhan yang dapat yang dapat membuat hukum serta menentukan apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat Tuhan. Malah lebih jauh dikatakan oleh Asy’ari, kalau memang Tuhan menginginkan, ia dapat saja meletakkan beban yang tak terpikul oleh manusia.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan sandaran oleh aliran Asy’ariyah untuk memperkuat pendapatnya adalah ayat 16 surah Al-Buruj [85], ayat 99 surah Yunus [10], ayat 13 surah As-Sajadah [32], ayat 112 surah Al-An’am [6], dan ayat 253 surah Al-Baqarah [2].
Ayat-ayat tersebut difahami Asy’ari sebagai pernyataan tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Kehendak Tuhan mesti berlaku. Bila kehendak Tuhan tidak berlaku, itu berarti Tuhan lupa, lalai dan lemah untuk melaksanakan kehendak-Nya itu, sedangkan sifat lupa, lalai, apalagi lemah, adalah sifat-sifat yang mustahil bagi Allah. oleh sebab itu, kehendak Tuhan tersebutlah yang berlaku, bukan kehendak yang lain. Manusia berkehendak setelah Tuhan sendiri menghendaki agar manusia berkehendak. Tanpa dikehendaki oleh Tuhan, manusia tidak akan berkehendak apa-apa. Ini berarti kehendak dan kekuasaan Tuhan berlaku semutlak-mutlaknya dan sepenuh-penuhnya. Tanpa makna itu, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan tidak memiliki apa-apa.

c.      Aliran Maturidiyah

B.     Keadilan Tuhan.


a.     Aliran Mu’tazilah

b.     Aliran Asy’ariyah

c.      Aliran Maturidiyah

BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan.

Dalam persoalan tentang kemutlakan kekuasaan dan kehendak Tuhan, aliran-aliran kalam berbeda-beda pendapatnya  tentang kemutlakan kekuasaan dan kehendak Tuhan. Apakah kehendak dan kekuasaan Tuhan itu bersifat mutlak tanpa batas atau ada batas-batas tertentu sehingga Tuhan “tidak berkuasa mutlak”? 
 Mu’tazilah, sebagai aliran rasionalis yang menempatkan akal pada posisi yang tertinggi dan meyakini kemampuan akal untuk dapat memecahkan problema teologis, berpendapat, kekuasaan Tuhan tidak mutlak sepenuhnya. Kekuasaan-Nya dibatasi oleh beberapa hal yang diciptakan-Nya sendiri.
Asy’ariyah, yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kecil dan manusia tidak mempunyai kebebasan atas kehendak dan perbuatannya, mengemukakan bahwa Tuhan berkuasa mutlak atas segala-galanya. Tidak ada satu pun yang membatasi kekuasaan-Nya itu.
Maturidiyah Bukhara,berpendapat bahwa Tuhan memiliki kekuasaan mutlak,namun Tuhan tidak mungkin melanggar janji-janji-Nya seperti memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum kepada orang yang berbuat jahat.






DAFTAR PUSTAKA


Drs. H. Sahilun A. Nasir , 1996, Pengantar Ilmu Kalam, Raja Pers, Jakarta.

Harun Nasution, 1986, Teologi Islam, Universitas Indonesia Pers, Jakarta.
            http://www.google.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar