Selasa, 02 Juni 2015

HUKUM PERBANKAN SYARIAH



TUGAS MAKALAH :
HUKUM PERBANKAN SYARIAH

  Disusun Oleh :
ATIRAH
RINI
MUH. ANHAR
JUAN JUNARDI

Program Studi  Ekonomi Syariah / IV / C
Jurusan Ekonomi dan Perbankan Syariah
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri
 (IAIN)
KENDARI
2015

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada bapak pembimbing yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

 Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai ”HUKUM PERBANKAN SYARIAH” Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

      Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


                                                                                      Kendari,      Juni 2015



                                                                               Penyusun       

 

 

DAFTAR ISI :





 

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar  Belakang

Ketidak berdayaan sistem ekonomi kapitalis, sosialis dan berbagai jenis sistem lainnya telah memberikan peluang bagi perkembangan ekonomi yang bernuansa Islam. Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang mandiri, bukan diadopsi dari ekonomi liberal, komunis, kapitalis dan sebagainya. Sistem ekonomi Islam sebagai kebijaksanaan alternatif dalam mencari jalan keluar dari kemelut ekonomi dewasa ini.
Tidak lama sering kita dengar perihal Perbankan Syari’ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syari’ah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah”.
Namun demikian, ekonomi syari’ah, walaupun dapat dikembangkan oleh masyarkat sendiri, namun tetap membutuhkan legislasi, yang berarti formalisasi syariat Islam menjadi hukum positif, dengan demikian dibutuhkan juga perjuangan politik untuk menegakkan syariat Islam di bidang ekonomi, khususnya dalam bidang Perbankan.



BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pengertian  Perbankan Syariah

Kata Hukum (al-hukm) secara bahasa bermakna menetapkan atau memutuskan sesuatu, sedangkan pengertian hukum secara terminologi berarti menetapkan hukum terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dalam perihal ini berarti penetapan hukum yang berkaitan dengan Perbankan.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 pengertian Bank adalah berupa badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak (Pasal 1 Angka 2). Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Pasal 1 angka 1).
Bank syariah terdiri dari dua kata, yaitu (a) bank, dan (b) syariah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi suatu perantara keuangan dari dua pihak, yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syariah dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana dan/ atau pembiayaan  kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam. Penggabungan kedua kata dimaksud, menjadi “bank syariah”. Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam. Selain itu, bank syariah biasa disebut Islamic banking atau interest fee banking, yaitu suatu system perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidak pastian atau ketidak jelasan (gharar).
Menurut Ensiklopedi Islam, Bank Islam atau Bank Syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasianya sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Jadi pengertian Hukum Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank yang memenuhi prinsip-prinsip Syari’ah dan memiliki peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan.

B.   Dasar Hukum Perbankan Syariah

Bank syariah sebagai sebuah lembaga keuangan mempunyai mekanisme dasar, yaitu menerima deposito dari pemilik modal (depositor) dan mempunyai kewajiban (liability) untuk menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan pola dan/atau skema pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Pada sisi kewajiban, terdapat dua kategori utama, yaitu interest-fee current and saving accounts dan investment accounts yang berdasarkan pada prinsip PLS (Profit and Loss Sharing) anatar pihak bank dengan pihak depositor; sedangkan pada sisi aset, yang termasuk didalamnya adalah segala bentuk pola pembiayaan yang bebas riba dan sesuai prinsip atau standar syariah, seperti mudharabah, musyarakah, istisna, salam, dan lain-lain.
Bank syariah secara yuridis normatif dan yuridis empiris diakui keberadaannya di negara Republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normatif tercatat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, diantaranya, Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang No.10  tentang perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang No.3 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, Undang-Undang No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Selain itu, pengakuan secara yuridis empiris dapat  dilihat perbankan syariah tumbuh dan berkembang pada umumnya diseluruh Ibukota Provinsi dan Kabupaten di Indonesia, bahkan beberapa bank konvensional dan lembaga keuangan lainnya membuka unit usaha syariah (bank syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, dan semacamnya). Pengakuan secara yuridis dimaksud, memberi peluang tumbuh dan berkembang secara luas kegiatan usaha perbankan syariah, termasuk memberi kesempatan kepada bank umum (konvesional) untuk membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Undang-undang dari landasan dasar hukum diatas, kemudian dijabarkan dalam berbagai peraturan Bank Indonesia yang dirumuskan sebagai berikut:
a)      Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup tentang pelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
b)      Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
c)      Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihakyang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
d)     Prinsip syariah adalah aturan perjanjian bedasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana/atau pembiayaan kegiatan usaha dan/atau kegiata lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, anatara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan dengan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau adanya pilihan pemindahan pemilikan atau barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtima).
Selain itu, perlu dikemukakan bahwa dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun1999 tentang Bank Indonesia, menjelaskan: (1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama 90 hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan, dan (2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.

C.   Prinsip Dan Bentuk Produk Perbankan Syariah

1.      Prinsip Perbankan Syariah
Teori perusahaan yang dikembangkan selama ini di Indonesia menekankan pada prinsip memaksimalkan keuntungan perusahaan. Namun teori ekonomi dimaksud, bergeser pada sitem nilai yang lebih luas, yaitu manfaat yang didpatkan tidak lagi berfokus hanya kepada pemegang saham, melainkan pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat kehadiran suatu unit kegiatan ekonomi dan keuangan. Sistem ekonomi syariah menekankan konsep manfaat pada kegiatan ekonomi yang lebih luas, bukan hanya pada manfaat di setiap akhir kegiatan, melainkan pada setiap proses transaksi. Setiap kegiatan proses transaksi yang dimaksud, harus selalu mengacu kepada konsep maslahat dan menjunjung tinggi asas-asas keadilan.
Realisasi dari konsep syariah, pada dasarnya system ekonomi/perbankan syariah memiliki tiga ciri yang mendasar, yaitu (a) prinsip keadilan, (b) menghindari kegiatan yang dilarang, dan (c) memperhatikan aspek kemanfaatan. Oleh karena itu, keseimbangan antara memaksimalkan keuntungan dan pemenuhan prinsip syariah menjadi hal yang mendasar bagi kegiatan operasional bank syariah.
Dalam hal pelaksanaan operasional sistem perbankan syariah akan tercermin prinsip ekonomi syariah dalam bentuk nilai-nilai yang secara umum dapat dibagi dalam dua perspektif, yaitu mikro dan makro. Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menekankan aspek kompetensi/profesionalisme dan sikap amanah; sedangkan dalam perspektif makro nilai-nilai syariah menekankan aspek distribusi, pelarangan riba dan kegiatan ekonomi yang tidak memberikan manfaat secara nyata kepada sistem perekonomian. Oleh karena itu, dapat dilihat secara jelas potensi manfaat keberadaan sistem perekonomian/perbankan syariah yang ditujukan kepada bukan hanya untuk warga masyarakat Islam, melainkan kepada seluruh umat manusia.
2.      Bentuk Produk Perbankan Syariah
Bentuk produk bank syariah di negara Indonesia yang mayoritas muslim bahkan terbesar di dunia, terbagi berdasarkan pengaplikasiannya menjadi tiga, yaitu (a) bentuk invesatasi, (b) bentuk penghimpunan dana, dan (c) bentuk penyaluran dana.
Agar lebih mudah, kami membaginya secara umum beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah, antara lain:
  1. Bentuk Investasi
a)      Pasar Modal
Jika investor ingin berinvestasi secara syariah di bursa saham, maka ada dua cara yang dapat ditempuh. Pertama, membuat portofolio tersendiri yang mengacu pada daftar saham halal; dan kedua, lewat reksadana syariah.
b)      Reksadana Syariah
Dalam reksadana syariah, manejer investasi akan menanamkan dananya pada saham atau fixed income yang halal dan dilakukan secara syariah. Investor diperkenalkan pada investasi riil, bukan yang spekulatif(untung-untungan).
c)      Pasar Uang dan Produk Perbankan Syariah
Pasar modal merupakan salah satu investasi yang dilakukan di pasar uang berdasarkan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Untuk mengakses hal dimaksud, dapat dilakukan melalui reksadana syariah atau melalui tabungan dan/atau melalui deposito di bank syariah dengan berdasakan sistem bagi hasil.
d)     Asuransi dan Dana Pensiun Syariah
Dana pensiun syariah yang dimaksud, mempunyai pola yang serupa dengan pola tabungan. Di Indonesia baru ada satu dana pensiun syariah, yaitu Dana Pensiun Syariah yang dikeluarkan PT Principal Indonesia dan untuk perusahaan yang menekuni asuransi syariah juga baru satu, yaitu PT Syarikat Takaful Indonesia.
e)      Gadai Syariah
Gadai syariah adalah salah satu cara untuk memperoleh uang melalui kantor pegadaian syariah. Gadai syariah adalah menahan salah satu harta milik nasabah sebagai barang jaminan atas utang/pinjaman yang diperoleh dari kantor pegadaian syariah.
2.      Bentuk Penghimpunan dan Penyaluran Dana
a)      Titipan atau simpanan :
a.       Al-Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
b.      Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
b)      Bagi hasil
a.       Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
b.      Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
c.       Al-Muzara’ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen.
d.      Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara’ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
c)      Jual beli
a.       Bai’ Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
b.      Bai’ As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai’ as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.
c.       Bai’ Al-Istishna’, merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
d)     Sewa
a.       Al-Ijarah
1.      Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik
e)      Jasa
a.       Al-Wakalah
b.      Al-Kafalah
c.       Al-Hawalah
d.      Ar-Rahn
e.       Al-Qardh







BAB III

PENUTUP

A.   KESIMPULAN

Dari ulasan di atas terlihat, Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. Sedangkan perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.
Bentuk produk bank syariah di negara Indonesia yang mayoritas muslim bahkan terbesar di dunia, terbagi berdasarkan pengaplikasiannya menjadi tiga, yaitu (a) bentuk invesatasi, (b) bentuk penghimpunan dana, dan (c) bentuk penyaluran dana.




DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
As-Sunny, M. Tohir. Pengertian Hukum Perbankan Syariah. Artikel diakses pada 21 Desember 2011 dari http://mochtohir.com/index.php?option=comcontent&view=article&id=96:pengertian-hukum-perbankan-syariah&catid=44:syariah&Itemid=170.
Permana, Sugiri. Makalah ; Sengketa Perbankan Syariah. Pengadilan Tinggi Agama Pontianak, 2008.
Sohn, Alan. Perbankan Syariah. Artikel diakses pada 21 Desember 2011 dari id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah.
Sumitro, Warkum. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga yang terkait. Jakarta : PT.Raja Grafindo. 1996.
Susanto, Burhanuddin. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: UII Press. 2008.
Sugiri Permana. Makalah ; Sengketa Perbankan Syariah. Hlm: 1.
Burhanuddin Susanto. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. (Yogyakarta : UII Press. 2008). Hlm: 7
Zainuddin Ali. Hukum Perbankan Syariah.(Jakarta : Sinar Grafika. 2010). Hlm: 1
Warkum Sumitro. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga yang terkait. (Jakarta : PT.Raja Grafindo. 1996) Hlm : 5
Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun1999 tentang Bank Indonesia.
M. Tohir As-Sunny. Pengertian Hukum Perbankan Syariah. Dikutip dari internet, www.mochtohir.com. tanggal 21 Desember 2011.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar